11/03/2018

Semua Menjadi Tidak Penting pada Masanya

Mungkin suatu hari nanti, entah empat, delapan, atau sepuluh tahun ke depan, saya akan berpikir bahwa kegiatan menulis di blog Someday sangatlah tidak penting.

Bahkan, dulu, ketika masih sekolah dasar, bermain petak umpet, kelereng, dan bongkar pasang yang menjadi rutinitas setiap sepulang sekolah menjadi tidak penting di usia SMP, SMA, apalagi di usia 23 tahun, hehehe.
Source : Google
Btw penting nggak? xixixi

Ketika menulis ini, status saya adalah mahasiswa semester akhir dengan sekumpulan rencana untuk lulus cepat. Disamping mencari modal untuk memperlancar usaha, saya juga sedang terlibat dalam penggarapan sekolah alam, semoga lancar.

Lalu, sebuah chat tiba-tiba masuk. “Share dong kak,”

Assalamu'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuhu.
Selamat malam, kawan-kawanku sekalian. Salam sejahtera bagi kita semua.

Syukur alhamdulillah saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuat, karena sampai saat ini kita masih diberikan kekuatan untuk memikirkan hal-hal yang kiranya belum sempat terpikirkan.

Kalau boleh tahu, apa kegiatan kalian di Hari Minggu ini? Jalan-jalan bersama kekasih, nonton di bioskop bersama teman, atau belanja di Mall bersama keluarga? Atau tidak semuanya?

Apapun itu, yang penting semoga Hari Minggu kalian terasa ceria dan bahagia. Saya sendiri lebih memilih untuk menulis sambil menikmati segelas kopi dan sebatang udud. Tapi jangan salah sangka dulu, kelihatannya saya jomblo, padahal sebenarnya tidak. Tidak punya pasangan maksudnya.

Tapi setidaknya dengan menulis, saya bisa mencurahkan seluruh isi hati, pikiran, emosi, bahkan harapan saya. Bukankah karya tulis adalah anak rohani yang merefleksikan diri penulisnya?

Saya menggaris bawahi, ada satu proses demokrasi yang "cacat" di kampus tercinta kita STAIN Kediri. Kecacatan tersebut saya nilai dari beberapa hal, diantaranya:


Pertama, sejatinya sistem pemilihan pemimpin dengan memakai cara voting tidak pernah dianjurkan dalam sejarah dan konstitusi republik ini. Hal ini bisa dilihat dalam berbagai periode dalam sejarah Islam seperti zaman Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Umar bin Abdul Aziz.

Dalam periode tersebut, mereka menggunakan musyawarah sebagai proses pengambilan keputusan, mulai keputusan untuk membuat kebijakan bagi umat sampai keputusan untuk memilih pemimpin. Dasar dari musyawarah ini sudah termaktub dalam Al-Qur'an (Surat As-Syura ayat 38) dan konstitusi republik kita (Sila Keempat Pancasila). Artinya, voting tidak terjelaskan dalam proses sejarah tersebut. Lantas, mengapa kita masih memakainya?

Kedua, kerawanan dari sistem voting ini salah satunya adalah jika cara tersebut dipakai untuk menentukan kebijakan bagi umat. Padahal, umat terdiri dari beragam kepentingan, latar belakang, identitas, dan lainnya. Tentunya jika voting dijadikan sebagai cara untuk menetapkan sebuah kebijakan, jelas kelompok mayoritas yang akan mendominasi. Bagaimana sistem jaring aspirasi bagi kelompok minoritas dan kelompok pasif? Tentunya mereka juga memiliki hak dan aspirasi yang ingin disampaikan dan diwujudkan, bukan?

Ketiga, kebijakan tentu erat kaitannya dengan kemaslahatan atau kesejahteraan. Tiap kebijakan, haruslah berlandaskan atas kemaslahatan dan kesejahteraan umat, bukan kelompok tertentu. Dasarnya jelas ada pada kaidah fiqh yang berbunyi: _tasharaful al-imam 'ala ar-raiyyah manutun bi al-maslahah_. Oleh karenanya, sebuah pemerintahan haruslah aktif dan inovatif dalam membuat kebijakan yang berpihak pada kemaslahatan umat secara keseluruhan.

Akan tetapi jika sebuah pemerintahan hanya bertugas menjalankan kegiatan-kegiatan tertentu, yang sebenarnya kegiatan tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan kemaslahatan umat, maka pemerintahan tersebut tak ubahnya panitia Event Organizer yang bertugas membuat kegiatan-kegiatan dan menghabiskan anggaran untuk kegiatan itu.

Pola pemerintahan yang demikian akan terlihat kaku dan monoton. Padahal perkembangan sosial di kampus sangat cepat, mengikuti perkembangan teknologi digital dan komputerisasi. Tridharma Perguruan Tinggi yang seyogyanya dijalankan pula oleh pemerintahan mahasiswa menjadi abstain dan vacuum. Jika yang terjadi demikian, maka sebaiknya pemerintahan berikutnya perlu mengoreksi diri agar lebih kreatif dan inovatif dalam memerintah.

Keempat, tidak adanya lembaga pengontrol dalam sistem pemerintahan di kampus menjadikan eksekutif dan legislatif melenggang bebas. Jika kalian mencontoh model pemerintahan Republik Indonesia, kalian akan melihat adanya 3 lembaga yang saling berkait dan saling mengontrol satu dengan yang lainnya. Ketiga lembaga tersebut adalah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pertanyaannya, model pemerintahan di STAIN Kediri sebenarnya mencontoh model pemerintahan apa atau siapa? Karena sesungguhnya tidak ada lembaga yudikatif yang bertugas menjalankan fungsi kontrol bagi pemerintahan yang tengah berjalan.

Demikian tulisan yang saya buat. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Mari masing-masing dari kita saling merefleksikan diri menuju pemerintahan STAIN Kediri yang lebih baik.

Sekian dan terima kasih.
Selamat malam untuk gadisku yang saat ini sedang dirawat dan ditimang-timang lelaki lain. I love you so much.

Wassalamu'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh.  

Setelah saya membacanya hingga selesai, saya balas begini, “Tulisan anonim itu bagian dari tulisan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Lah, tidak jelas siapa penulisnya.”

Tidak peduli apa balasannya, siapa penulisnya, nyatanya itu tidak mengurungkan niatku untuk tetap reshare ke salah satu grup di whatsapp.

Beberapa menit setelah saya paste dan kirim ke grup, salah satu anggota grup membalas dengan pertanyaan begini, “Iki perlu ditanggepi gak?”

Salah satu yang lain membalas, “Nyimak”

“Tak ndelok wae lah ben gak kesroh....saiki tak mikir kuliah wae seng bener.... ben ndang cepet lulus, gek ndang mergawe.... golek kehidupan dunia....”

“Amin, cita-cita yang mulia. Izin COPAS”

Selama beberapa anggota grup satu persatu memberikan komentar, saya sibuk menyimak dan berpikir tentang tiap-tiap reaksi dari mereka. Bukan menyoal tulisan yang sengaja saya reshare. Tapi, bagaimana tanggapan mereka, pun juga tanggapan saya atas mereka.

1 comment:

Mari berdiskusi, kalo perlu sambil ngopi ;)
Tinggalkan komentar tapi jangan tinggalkan aku.