19/07/2016

Menjadi Berbeda itu Tidak (Selalu) Salah

Apakah sesuatu yang tidak ilmiah terdengar bullshit?

Aku mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan. Ia sempat terjawab oleh seseorang, dengan jawabannya yang membuatku hampir berhenti berpikir. “Kadang,” jawabnya. Iya, Itu bukanlah sebuah jawaban yang ilmiah. Dan tentu, ia terdengar begitu bullshit. Melahirkan begitu banyak pertanyaan. Apa yang kau maksud dengan kadang? Kadang bullshit? Kadang tidak? Begitukah yang kau maksud? Lantas, apa ukuran paten yang membedakan kapan sesuatu itu terdengar bullshit atau tidak? Dirimu? Sesuatu itu terkadang bullshit atau tidak itu tergantung dirimu? Jadi, sekarang, kau lah yang memegang otoritas kebenaran itu? Bukan lagi seorang peneliti yang melahirkan hal-hal yang bersifat ilmiah? Oh, aku mulai pusing.

Akhirnya, kita memiliki banyak perbedaan disini, dan itu tidak salah. Kau mungkin memiliki seribu alasan untuk mendukung asumsimu, begitu juga aku. Karena tidak semua hal yang ada di kehidupan kita bersifat ilmiah. Seperti ketika kita memahami sebuah kehidupan, kita meyakini suatu dugaan yang diterima sebagai dasar, kita menyebutnya dengan asumsi,  landasan berpikir yang kita gunakan karena dianggap benar. Dan tentu, kebenaran di kehidupan kita tidak hanya bersifat ilmiah, namun juga bersifat empiris, dan bisa jadi kebenaran yang kau buat sendiri. Contoh, kau meyakini bahwa mengendarai sepeda motor akan lebih cepat dibandingkan mengendarai sepeda. Itu juga sebuah asumsi, dugaan yang kau anggap benar, dan tentu, itu bukanlah ilmiah. Apakah ia terdengar bullshit? Aku tidak akan menjelaskannya hingga detil, aku memberimu waktu untuk berpikir bahkan menyanggah, kau bahkan boleh menyalahi asumsiku, bahkan sebaliknya. Karena menjadi berbeda itu tidak salah.
***
Kita punya aturan disini; untuk menjadi benar kita hanya perlu berkawan dengan perintah, dan mengambil jarak dengan larangan. Segala sesuatu telah diatur oleh hukum alam atau sunnatullah, dalam agama lain juga memiliki prinsip yang sama, semua agama menginginkan keteraturan. Menyakiti sesama makhluk adalah sebuah larangan, yang perlu kita lakukan hanyalah mengambil jarak. Saling memaafkan adalah perintah, yang perlu kita lakukan adalah menjalankan.

Jadi, jika kau berpendapat bahwa, “menjadi berbeda itu tidak salah, selama tidak menyakiti yang lain”, maka aku akan menjawab, “of course!” itu sudah menjadi aturan, kita dilarang untuk saling menyakiti.

Oke, tulisan ini baru dimulai. Apa yang kau pikirkan setelah membaca sebuah pernyataan bahwa menjadi berbeda itu tidak salah? Semoga kamu tidak sembarangan untuk menyimpulkan. Lebih bijak jika kamu bertanya, “berbeda dalam hal apa yang kau maksud, San?”.

Source : Google
Sebuah film yang diangkat dari novel berjudul “Ayah, Mengapa Aku Berbeda?” mewakili pernyataan tersebut. Menjadi berbeda itu tidak salah. Terlahir cacat dan memiliki keterbatasan fisik membuat tokoh dalam film tersebut seringkali ditolak oleh sekitarnya. Meskipun ia terlahir berbeda, tapi ia tetaplah gadis pada umumnya, terlebih ia adalah siswa yang cerdas, bahkan memiliki bakat di bidang seni, seperti ibunya, seorang pianis. Keterbatasan yang ia miliki membuatnya tidak mudah untuk bergabung sebagai anggota dalam kelompok musik.

Contoh lain, jika berbicara tentang psikologis, kita mengenal dua kepribadian manusia yaitu, ekstrovert dan introvert. Dalam dua kepribadian tersebut, seringkali kita mengasumsikan bahwa kepribadian ekstrovert lah yang lebih baik karena keterbukaannya. Sehingga banyak dari seorang introvert yang pendiam memaksakan diri untuk menjadi ekstrovert agar disukai banyak orang. Padahal, untuk menjadi seorang introvert yang berbeda dari ekstrovert, itu tidak salah.

Itu tadi dua contoh yang menjawab pertanyaanmu. Berbeda dalam hal apa? Segala hal. Kita boleh berbeda dalam ras, suku, agama, kebudayaan, fisik, kelamin, kepribadian, bahkan ide atau pendapat. Bayangkan jika kita terlahir sama. Bahkan sepasang anak kembar pun memiliki kepribadian yang berbeda, mereka seringkali bertengkar karena perbedaan dan juga larut dalam kebahagiaan karena perbedaan. Atau contoh lain, beberapa filosof kita memiliki berbagai pemikiran mengenai alam, ada yang menganggap bahwa segala sesuatu berasal dari air (Thales), yang lain menganggap segala sesuatu berasal dari uap atau udara (Anaximenes), dan seterusnya. Pemikiran-pemikiran tersebut membawa pada pemikiran Anaxagoras yang menganggap bahwa ada sesuatu dari segala sesuatu, ia menyebutnya benih-benih. Hingga akhirnya Democritus yang menemukan atom. Jika semua orang memiliki pemikiran yang sama seperti Thales, maka bisa jadi kita tidak akan menemukan proton, neutron dan elektron yang merupakan bagian dari atom.

“Berbeda itu indah,” ungkapnya mengakhiri percakapan.

Menjadi berbeda tidaklah mudah. Kita mengenal Socrates yang berakhir dengan kematian karena mempertahankan apa yang ia yakini. Kita mengenal angel dalam tokoh film “Ayah, Mengapa Aku Berbeda?” yang seringkali hampir putus asa dengan keterbatasannya, atau pun seorang introvert yang dianggap aneh dengan sikap pendiam dan tertutupnya. Menjadi berbeda memang tidak mudah, karena itu aku berasumsi bahwa menjadi berbeda itu tidak salah. Yang membuatnya sulit karena stigma atau anggapan dari sekitar kita bahwa menjadi berbeda adalah aneh, tidak wajar, menakutkan, bahkan menyesatkan. Ini hanyalah tentang bagaimana seseorang menjalani kehidupannya. Stigma itulah yang salah. Menuntut setiap orang agar selalu sama dengan kitalah yang salah.

Tapi, bagiku, lebih sulit menjadi seseorang yang tidak menuntut dibanding menjadi seseorang yang berbeda. Maka dari itu, lebih baik kita belajar untuk menghargai perbedaan, seperti yang kau sampaikan, bahwa itu adalah hak masing-masing orang. Agaknya aku juga kesulitan, maka dari itu aku memutuskan untuk belajar. Aku tak mampu menjawab apakah sesuatu itu dianggap benar atau salah, karena aku bukanlah satu-satunya pemegang otoritas kebenaran. Yang aku tahu, bahwa memang, menjadi berbeda itu tidak salah. Jadi, bagaimanapun kau berasumsi sebaliknya, menyampaikan bahwa kau tidak setuju denganku, itu bukanlah masalah, masalahnya terletak pada stigma atau anggapan yang menyalahi setiap perbedaan. Jadilah dirimu sendiri. Karena menjadi berbeda itu tidak (selalu) salah.