Hampir satu bulan lamanya aku
menjadi bagian dari madrasah tsanawiyah,
tempat dimana aku Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Semester tua
mengharuskanku untuk segera mengaplikasikan apa yang telah ku peroleh selama 7
semester. Bangku kuliah mendorongku untuk bergabung dengan bangku-bangku
sekolah yang dipenuhi para siswa berseragam. Di sanalah kesempatan terbesarku. Learning by doing. Dengan praktik
langsung, ketika mengajar, kita tak lagi meraba tentang apa yang dimaksud dengan
mengkondisikan kelas, menerapkan perencanaan pembelajaran, mengajak siswa
berpikir (tidak hanya mendikte), dan bagaimana menghadapi mereka yang menolak
kita (dalam konteks apa yang kita sampaikan).
Sebelumnya, di bangku kuliah,
kita sering mendebatkan berbagai hal yang belum pernah kita lakukan. Kita hanya
memberikan argumen-argumen paling masuk akal atas segala permasalahan. Ambil contoh
misalkan, ketika muncul pertanyaan, bagaimana mengatur waktu agar sekian
kompetensi bisa kita berikan dalam satu kali pertemuan dengan tepat waktu? Kemudian
kamu menjawab, “Ya, maka dari itu kita butuh yang namanya Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP),”. Lalu bagaimana dengan kondisi kelas yang sifatnya begitu
insidental, berkaitan dengan hal yang tiba-tiba muncul di luar dugaan, yang
mengakibatkan jadwal tidak berjalan sesuai rencana? Lalu jawabanmu, “Ya, itu
tergantung masing-masing individu, bagaimana ia merancang dan melaksanakan
RPP-nya”. Tamat. Sampai disitu diskusi kita berakhir krik-krik. Haha
Paling tidak, melalui diskusi, kita
dipaksa untuk berpikir.
Sedangkan melalui praktik langsung,
kita dipaksa untuk tidak sambat.
Bahwa kita sering lupa, apa pun
yang terjadi dalam hidup, kita selalu melaluinya dengan belajar. Seperti halnya
jalanan raya yang selalu macet setiap jam setengah 7 pagi. Dari sanalah kita
belajar untuk tidak terjebak macet adalah dengan berangkat lebih pagi. Atau tentang praktik
mengajar. Bahwa dari sanalah segala kesulitan harus dihadapi. Karena melaluinya
kita akhirnya bertemu dengan guru-guru panutan yang begitu kita kagumi. Kita
kadang lupa, bahwa kita sedang dalam proses belajar meningkatkan kompetensi
diri. Kita teralihkan oleh tanggung jawab yang kerap kali kita anggap beban.
Kita lupa bahwa dalam diri kita terdapat kemampuan yang luar biasa untuk
menyelesaikan segala permasalahan. Kita disibukkan dengan mengeluh, dan mencari
penyelesaian dengan meminta keringanan. Kita lupa bahwa kita tidak bisa meminta
orang-orang untuk tidak menyebabkan macet di setiap jam setengah 7 pagi. Kita lupa
bahwa untuk tidak terjebak macet, kita memiliki inisiatif untuk berangkat lebih
pagi. Kita harusnya lebih sering belajar dari Super Mario, bahwa untuk bertemu
dengan sang Putri, ia harus jalan terus dan menghadapi segala rintangan.
Katanya, usaha tidak pernah menghianati hasil.
Tentang usaha kita, setiap orang pasti
memiliki caranya sendiri dalam menghadapi segala hal dalam hidupnya. Ada yang
memilih untuk terus berjalan, menyerah di persimpangan, atau bahkan menyerah
sebelum berperang. Semua itu tidak terlepas dari bagaimana kita melihat diri
kita sendiri dan apa yang sedang kita hadapi. Sebelum berperang, sudahkan kamu
percaya dengan dirimu sendiri?
Bersambung
Bersambung